mittvsfact – Kamboja, salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia Tenggara, tengah menghadapi berbagai tantangan terkait dengan urbanisasi yang pesat. Seiring dengan pertumbuhan populasi dan perkembangan ekonomi, lebih banyak orang dari pedesaan yang bermigrasi ke kota-kota besar, terutama Phnom Penh, dalam mencari peluang kerja dan kehidupan yang lebih baik. Namun, lonjakan urbanisasi ini telah menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan yang kompleks.
Menurut data terbaru, Phnom Penh kini menjadi rumah bagi sekitar 2,3 juta orang, meningkat signifikan dari beberapa dekade sebelumnya. Pertumbuhan ini sebagian besar didorong oleh migrasi dari pedesaan, dengan banyak keluarga meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan di sektor industri dan jasa yang berkembang di kota-kota besar.
Namun, peningkatan populasi kota ini memicu sejumlah tantangan, termasuk kemacetan lalu lintas, kekurangan perumahan yang terjangkau, dan tekanan pada infrastruktur dasar seperti air bersih, sanitasi, serta layanan kesehatan. Banyak daerah perkotaan berkembang tanpa perencanaan yang memadai, menyebabkan munculnya permukiman kumuh di pinggiran kota.
Urbanisasi yang cepat di Kamboja telah menciptakan krisis perumahan, terutama di ibu kota Phnom Penh. Harga properti melonjak drastis dalam beberapa tahun terakhir, sehingga banyak penduduk berpenghasilan rendah kesulitan mendapatkan hunian yang layak. Menurut laporan dari Kementerian Perumahan dan Pembangunan Perkotaan, diperkirakan 30% penduduk kota tinggal di perumahan informal atau kumuh, yang sering kali kekurangan akses terhadap layanan dasar seperti listrik dan air bersih.
“Pemerintah sedang berupaya untuk memperbaiki situasi ini dengan membangun lebih banyak perumahan sosial, namun laju urbanisasi membuat tantangan ini semakin sulit diatasi,” ujar Hun Sen, Perdana Menteri Kamboja, dalam sebuah konferensi pers.
Selain masalah sosial, urbanisasi yang tidak terkendali juga berdampak signifikan terhadap lingkungan. Penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan dan perambahan kawasan hijau untuk pembangunan perkotaan telah mengurangi ruang terbuka hijau di Phnom Penh. Hal ini meningkatkan risiko banjir, terutama selama musim hujan. Pengelolaan sampah yang tidak efektif juga menjadi masalah, dengan volume sampah perkotaan yang terus meningkat tanpa adanya sistem daur ulang yang memadai.
Dalam menanggapi tantangan ini, pemerintah Kamboja telah meluncurkan berbagai inisiatif, termasuk Rencana Pembangunan Kota Berkelanjutan 2030 yang bertujuan untuk memperbaiki infrastruktur perkotaan, mengurangi kemiskinan perkotaan, dan meningkatkan kualitas hidup warga. Rencana ini mencakup proyek pembangunan transportasi umum yang lebih efisien, pengelolaan air dan limbah yang lebih baik, serta pembangunan perumahan yang lebih terjangkau.
Selain itu, pemerintah juga bekerja sama dengan berbagai organisasi internasional untuk mengembangkan strategi mitigasi perubahan iklim yang akan membantu mengurangi dampak negatif urbanisasi terhadap lingkungan.
Meski berbagai langkah telah diambil, slot kamboja masih menghadapi jalan panjang dalam mengatasi tantangan urbanisasi. Beberapa analis menekankan pentingnya perencanaan kota yang lebih baik dan investasi jangka panjang dalam infrastruktur yang berkelanjutan. Urbanisasi memang memberikan peluang besar bagi pembangunan ekonomi, tetapi jika tidak dikelola dengan baik, dapat memperburuk ketimpangan sosial dan merusak lingkungan.
Pemerintah Kamboja diharapkan terus meningkatkan upaya untuk menjawab masalah ini, dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan sektor swasta dalam menemukan solusi yang inovatif dan berkelanjutan.